Minggu, 22 Januari 2012


Om swastyastu,
nunas ampure titiang

5% di Pure

“Banyak jalan menuju ROMA!” atau “1001 cara” untuk menyelesaikan segudang masalah.kata-kata/kalimat yang sering dikatakan orang disaat terhimpit,terjepit dan berada dalam masalah ekonomi yang sangat sulit untuk di cari penyelesaian.Jutaan ide-ide cemerlang hingga gila bahkan juga miris pun dilakukan seseorang untuk dapat keluar dari benang kusut kemiskinan.Masalah ekonomi,keuangan selalu jadi pangkal permasalahan di negara ini,juga menjadi salah satu motif dari aksi bunuh diri yang dilakukan oleh kaum ekonomi lemah(miskin) berharap semuanya tamat tanpa masalah.

Pada suatu hari masalah ekonomi/keuangan dan kemiskinan melanda sebuah keluarga petani di daerah transmigrasi di Lampung.Pak Putu dengan hidup pas-pasan sebagai petani yang hanya mempunyai lahan garapan 1 hektar kebun jagung yang selalu “gali lobang tutup lobang.” utuk menyambung hidup diri,istri dan kedua anak tercinta.Seiring musim kemarau melanda daerah tersebut kebun sang pak tani pun tidak ada tanaman,karena kekurangan akan aliran/sumber air.Untuk dapur tetap ngebul pak Putu terpaksa banting tulang menjadi kuli bangunan,buruh dan apa saja yang bisa menghasilkan Rupiah pengebul dapur.Istri sakit-sakitan ditambah lagi dengan biaya sekolah kedua anaknya membuat kepala pening 7 keliling.Dengan rambut rontok muka penuh koyo pak Putu mencari solusi dengan cara meminjam uang kepada tetangga hingga ke bos rentenir.tentu semua tidak hanya dengan kekeluargaan,namun 7% per bulan sebagai bunga dan rumah juga ladang semata wayang warisan nenek moyang jadi jaminan.Tambah rontok rambut sang bapak Putu,nafsu makan pun tak ada lantaran pening dan lauk yang tanpa gizi karena tidak bisa beli.

Memandang hampa langit yang kosong pak Putu duduk melamun sambil menghisap tembakau racikan sendiri.Tak lama pak Putu dihampiri oleh sobat karib nya yaitu Pan dobler lalu mereka terlibat perbincangan :
Pan dobler :”Kenapa gerangan anda bengong bak ayam kena grubuk(flu burung versi bali )???”
Pan Putu :”Tidak apa-apa pak dobler.Saya hanya pusing dengan masalah keuangan,mana musim kemarau yang panjang,istriku sakit,juga biaya ujian anak saya!"
Pak dobler :”ooo,begitu???”
Pak Putu : “Saya sudah kesana kesini untuk minjam uang,tapi bunganya besar dan kalau saya gak bisa nebus ladang saya jadi jaminan.pusing kepalaku!!!!!.Apa pak dobler bisa bantu saya????”

Dengan ditemani kopi hitam pekat yang pait tanpa gula plus singkong rebus alami,bak Starbuck cofee dan keju belanda setia menemani hingga percakapan kian jadi curhat dari keluh kesal dari pak Putu.Menetes air mata pak Putu menghempaskan semua masalahnya kepada pak Dobler dan pak Dobler pun berkata :
Pak dobler : “Kenapa nggak mencoba untuk meminjam di Pura saja!!!”
Pan Putu : “Emang bisa minjam uang di pura???”
Pan dobler : “Bisalah!!,coba aja besok.”(dengan wajah meyakinkan)
Pan Putu : “nahh!!,men kujang!! Ube seng ade jalan buen(ya,diapain lagi udah ga da jalan lagi)” 

Manis Tumpek Wayang(hari minggu sehari setelah tumpek wayang) biasa dilakukan Sangkep(rapat bulanan perkumpulan) oleh pedukuhan/banjar desa itu.Sangkep/rapat dibuka oleh ketua adat,diawali Tri Sandya(sembahyang bersama) lalu Om Swastyastu bla bla bla bla.Agenda rapat yang kian banyak memakan waktu yang banyak,mulai dari membahas masalah umat hingga urusan keuangan banjar.Waktu terus berputar tiba lah pada saat-saat yang dinanti yaitu acara peminjaman uang kepada anggota banjar.Dengan sumringah riang binar berharap jalan keluar di depan lalu keluar dari benang kusut seribu kepeningan.Berbekal dari nasehat pak dobler tegak menghampiri Bapak ketua adat,
Pak Putu : “eeeemmmm?????” Pak Putu : “Om swasty astu,Pak adat.”
Pak adat : “Om swasty astu,Pak Putu.Ada apa ya pak?”
Pak Putu : “Begini???? Pak adat! Saya mau minjam uang di Pura? Untuk modal usaha,biaya berobat istri saya dan biaya ujian anak-anak saya.Nggak banyak pak cuman Rp 5.000.000,00 saja.”
Pak adat : “ooo,boleh pak!! Sebelumnya sudah pernah minjam di Pura???”
Pak Putu : “belum pak.”
Pak adat : “belum tahu awig-awignya(aturanya)???”
Pak Putu : “awig-awig?????”(dengan bingung juga penasaran)
Pak adat : “semua boleh minjam uang,tapi berbunga.”
Pak Putu : “Kok berbunga???? Kan di pura!!”
Pak adat : “Walaupun ini khas banjar,namun harus diderdayakan.Agar khas menjadi berkembang dan bisa menutupi biaya-biaya seperti piodalan,rapat di parisada dan membangun pura.”
Pak Putu : “Madsudnya?????? (bingung)
Pak adat : “Begini pak Putu,kalau minjam uang di pura ada bunganya 5% per bulan dan bunga yang 5% itu dibayar setiap sangkep bulannya,dan semua bunga+pinjaman harus dilunasi setelah 6 bulan dimulai sejak hari peminjaman.Kalau tidak bisa melunasi di 6 bulan tersebut maka tanah dan ladang pak Putu akan kami sita dan kami lelang hasil penjualan akan dipakai untuk melunasi pinjaman+bunga yang belum bapak bayar.”(seperti teller di sebuah bank)
Pak Putu : “ooooooo??????” (heran,sambil geleng-geleng kepala)
Pak adat : “Itu jalan yang kami untuk mengembangkan khas banjar.”
Pak adat : “Hasilnya kami alokasikan ke pembangunan pura mengingat pembangunan pura membutuhkan biaya tidak sedikit.”
Pak Putu : “???????” (sambil menunduk sedih)
Pak adat : “Daripada desa tetangga membangunan Pura dengan mengadakan tajen amal (adu ayam khas bali),itu kan uang judi tidak boleh untuk membangun pura.”
Pak Putu : “?????????”
sekali lagi nunas ampura titiang kalau terlalu lancang.....saya hanya ingin mengajak membahasnya saja....semoga pikiran jernih datang dari segala arah...
Om shanti,shanti,shanti Om

Tidak ada komentar:

Posting Komentar