MAKNA
DAN ARTI SLOKA KAKAWIN RAMAYANA III. 63
DALAM BERMAYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA
Zaman reformasi
adalah zaman kebebasan dalam berpendapat dan berekspresi namun prakteknya dalam kehidupan sehari penuh
dengan gesekan antara paham, suku agama , ras dan golongan. Kurang mengerti
akan kebebasan membuat individu warga negara melanggar garis demokrasi dan
melampuinya. Banyak tokoh-tokoh, Negaraqwan dan politikus yang selalu berorasi
mengenai kebhenikaan dan perbedan. Perlu adanya dasar, wejangan, slogan yang
mendasari agar perbedaan dan kebebasan
itu dapat berjalan seiring
nilai-nilai UUD 1945, PANCASILA dan BHENEIKA TUNGGAL IKA. Dalam sastra
HINDU yaitu kakawin RAMAYANA III. 63 adalah salah satu sastra yang memberikan
makna mendalam dan sangat bernilai tinggi bila dihayati dan diaplikasikan dalam
berbangsa dan bernegara.
MAKNA SLOKA KAKAWIN RAMAYANA II. 36
Dalam kakawin Ramayana
III. 36 di sebutkan :
Sangkaning wruh
aji ginego
Nitijna cara kapuhara
Pandya acrya dwija pahayun
Gongentatah tikaganansih
Asal kepandaian itu adalah karena,
pengetahuan itu dipatuhi,
Kebijaksanaan membawa sikap prilaku,
Para sarjana, para guru, dan para
pendeta supaya dihormati
Besarkanlah olehmu kasih sayang itu
Kakawin ramayana III. 63
2.
Saya akan membahas per-kalimat sloka di
atas baik arti dan makna,yaitu :
“Sangkaning
wruh aji ginego”, yang artinya asal kepandaian itu
adalah karena, pengetahuan itu sendiri. Kepandaian yang dimiliki seseorang itu
berasal dari kedisiplinan akan ilmu pengetahuan, ilmu hukum dan ilmu agama.
Semua yang di dapat dari ilmu pengetahuan dan sebagainya hendaknya di
pergunakan untuk kepentingan umum, orang banyak, bangsa dan negara. Tidak
melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku
apalagi menyakiti orang lain, masyarakat dan negara. Hendaknya pula kepandaian
tersebut tidak menjadi senjata yang berbahaya kepada orang lain demi
kepentingan diri sendiri/pribadi. Jangan pula menyerang orang lain dengan
kepintaran dan kepandaian untuk melumpuhkan lawan politik, atau pun untuk
membela kepentingan tertentu. Itu sama saja tidak patuh kepada kepandaian
sendiri.
“Nitijna
cara kapuhara” artinya Kebijaksanaan membawa sikap
prilaku, kebijaksanaan dalam bertindak tergantung dari kepandaian yang
dimiliki, sejauh mana individu mempunyai wawasan/sudut pandang yang berbeda pengertian akan posisinya,
posisi orang lain/ hak-kewajibannya masing-masing. Banyak yang berpendapat
bahwa seseorang yang bijaksana bisa di ukur kebijaksanaannya di lihat dari segi
pendidikan, pengalaman dan budi pekertinya. Kebijaksanaan itu bisa seiiring
dengan pancasila sila kedua yang
berbunyi “Kemanusian yang adil dan beadab.” Dan sila kelima yang berbunyi “
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.” Dalam kaitanya hendaknya kita
bisa memanusiakan manusia dan berprilaku adil kepada setiap orang, baik kepada
bawahan, pimpinan dan lain lain. Jangan menyisipkan kepentingan pribadi dalam
setiap langkah, jangan merasa terpandai dan arogansi dalam memimpin dan
bersosialisasi.
“Pandya
acrya dwija pahayun,” artinya Para sarjana, para guru,
dan para pendeta supaya dihormati. Kacang lupa kulitnya itulah pribahasa bila
seseorang lupa akan asal muasalnya. Penghormatan harus dilakukan kepada para
sarjana, guru, dan pendeta karena golongan terpelajar yang memprosese seseorang
menjadi pandai dan bijaksana. Terlebih lagi kepada guru, guru adalah sosok yang
sangat berperan dalam pembentukan karakter dan kepandaian seseorang, bila
engkau melawan guru engkau sudah di katakan alpaka guru suatu tidakan dosa yang
tidak boleh dilakukan. Selanjutnya Pendeta adalah tempat menimbang suatu
masalah yang sangat berat dan ruwet sehingga dapat menemukan solusi dari
masalah itu.
3.
“Gongentatah
tikaganansih”, yang artinya Besarkanlah olehmu kasih
sayang itu. Makna dari bait ini adalah semua tindakan yang dilakukan didasari
oleh kasih sayang. Prema/ cinta kasih akan membawa kedamaian baik dari yang
memberi maupun yang menerima. Dalam setiap kepemimpinan haruslah membutuhkan
kasih sayang karena peran pemimpin sebagai bapak, guru dan kakak yang
senantiasa menyayangi bawahannya dan anggotanya. Dengan memberikan kasih sayang
akan sesama tentunya ikatan akan terbentuk, bila ada ikatan maka tali
persaudaraan akan terbina dengan sendirinya. Dalam kata mutiara Hindu
disebutkan slogan “Vasudeva kutumbakam” yang artinya semua mahkluk bersaudara.
Dengan penerapan itu niscaya pemberian dan bhakti akan sesuatu akan menjadi
suatu yang bernilai pula. Hendaknya jangan memberikan sesuatu dengan adanya
sebab, memberi dengan maksud akan mengambil habis, memberi dengan cara
pancingan, memberi dengan memikirkan untung maupun ruginya. Memberilah dengan
tulus iklas tanpa ada maksud tertentu di balik semua itu. Dengan dasar tali
persaudaraan semua beban akan terasa ringan.
Dengan
kepandaian yang berdisiplin pengetahuan membawa seseorang berprilaku bijaksana
yang senantiasa menghormati para sarjana sebagai bahan pengkajian, menghormati
gurunya sebagai panutan dan pengarah tujuan dan menghormati/menyucikan pendeta
sebagai udara segar di dalam debu kotor.
KAITANNYA KAKAWIN RAMAYANA III. 63 DENGAN UUD
1945, PANCASILA DAN BHINEIKA TUNGGAL IKA DALAM BERBANGSA DAN BERNEGARA
1.
Kaitanya kakawin
Ramayana III. 63 dengan UUD 1945
Dalam
undang-undang 1945 terdapat pasal-pasal yang menunjang nilai etika dan
penerapannya dari kakawin Ramayana III. 63 tersebut diantaranya :
·
Pasal 27 (hukum)
(1)
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.
(2)
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
·
Pasal 28 (kebebasan berpendapat)
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dan
sebaganya ditetapkan dengan undang-undang.
·
Pasal 29 (agama)
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 30 (pertahanan negara)
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
·
Pasal 31 (pendidikan)
(1)
Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
(2) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional,yang diatur dengan
undang-undang.
·
Pasal 32 (budaya)
Pemerintah
memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
Kaitannya kakawin Ramayana III. 63 dengan Pancasila
Pancasila
adalah dasar negara yang terdiri dari 5 (lima) sila. Pancasila sebagai pondasi
dari kemajukan beragam suku, agama, ras dan golongan dalam menyangga negara
kesatuan rebuplik indonesia.Hubungannya Pancasila dengan kakawin Ramayana III.
63 adalah :
·
Sila ke-5 (dua),yang berbunyi “Kemanusiaan
yang adil dan beradab.” dalam hal ini prilaku kebijaksanaan dari pemimpin
bangsa adalah bisa memanusiakan manusia, kebijaksanaan akan rayat yang
dipimpinnya dengan tidak membeda-bedakan minoritas-mayoritas dan sebagainya.
·
Sila
ke-5 (lima), yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Dalam hal ini kebijaksanaan yang di dapat dari kepatuhan akan pengetahuan dapat
memberi rasa adil dan merata kepada seluruh rakyat dan penuh kasih sayang
sehingga membawakemajuan, kemaamanan, dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.
Kaitannya
kakawin ramayana III. 63 dengan Bheneika Tunggal Ika
Bheneika tunggal
ika dalam kitab sutasoma karangan mpu tantular merupakan semboyan negara
Republik Indonesia sangat tinggi nilainya. Berbeda-beda tetap satu jua gambaran
kemajukan bangsa indonesia yang terdiri dari beberapa suku, agama, ras,
golongan,etnis dan lainnya yang tergabung dalam satu negara kesatuan republik
indonesia. Kebijaksanaan dari pengetahuan yang dipatuhi dan penuh kasih sayang
kepada sesama dengan tidak menonjolkan perbedaan, bahkan perbedaan adalah warna
akan sebuah karya hingga tercipta warna-warni yang serasi. Warna-warni dari
kemajemukan suku, agama, ras dan golongan yang ada dapat selaras dan
memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan antara warga negara untuk keutuhan
negara kesatuan republik Indonesia.
KESIMPULAN
Kedisiplinan
akan ilmu pengetahuan membuat seseorang berprilaku bijaksana dan memberikan
bhakti cinta kasih kepada sesama tidak melupakan guru dan pendeta, berlaku adil
dan senantiayasa menyayangi sesama yang sesuai UUD 1945, Pancasila dan Bheneika
Tunggal Ika untuk kemajuan, kesahjetaraan, keadilan dan keutuhan Negara
Kesatuan Rakyat Indonesia.
SARAN DAN KRITIK
Hendaknya
seorang pemimpin selalu menjunjung tinggi kebenaran berdasarkan keadilan dan kesetaraan
sesama, tidak membeda-bedakan rakyat, tidak melupakan jasa para pendahulu,
tidak mementingkan diri sendiri/suku/agama/ras/agama/golongan.
Senantiasa memberi rasa adil dan
kasih sayang dalam setiap tindakan untuk kemajuan, kesejahteraan, keadilan, dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar